Minggu, 06 Maret 2011

तबर्रुक : MAKNA, HUKUM DAN PRAKTEK

Allah subhanahu wata’ala adalah pencipta sebab dan musabbab, Allah yang menciptakan kesembuhan, sedangkan obat dan dokter hanyalah sebatas perantara untuk mendapatkan kesembuhan.

Perlu kita ketahui bahwa bertabarruk dengan para nabi, rasul, wali dan peninggalannya bukanlah suatu penyembahan (ibadah) terhadap mereka, akan tetapi merupakan pengambilan suatu sebab, karena yang menciptakan manfaat dan bahaya yang sesungguhnya hanyalah Allah ta’ala, dan bukan berarti bertabarruk menafikan tawakkal (berserah diri) kepada Allah.

Tabarruk secara etimologi adalah mencari berkah, sementara berkah sendiri maknanya adalah tambahan kebaikan. Adapun dalam tinjauan syara’ berarti, memohon kepada Allah agar menjadikan berkah (tambahan kebaikan) dengan menggunakan sebab atau wasilah (perantaraan) nabi atau wali, baik dengan mendatangi makam nabi atau wali, atau dengan menyentuh atsar (peninggalan) dari meraka, seperti: baju, serban, tongkat, pedang, rambut dan lain-lain. Namun perlu digarisbawahi, bahwa dengan melakukan hal ini, bukan berarti nabi atau wali itu yang menciptakan kebaikan, akan tetapi yang kuasa menciptakan kebaikan hanyalah Allah ta’ala semata, adapun nabi atau wali hanyalah wasilah (perantara) saja.

Setiap orang mukmin berkeyakinan bahwa Nabi atau wali tidak bisa menciptakan apapun, mereka hanyalah sebab, dan Allah subhanahu wa ta’ala pencipta segalanya, baik itu berupa sebab ataupun lainnya. Bertabarruk dengan orang-orang sholeh adalah bagian dari agama. Para Nabi dan rasul telah mengajarkan kepada umatnya untuk bertabarruk, dan perbuatan ini bukanlah tergolong bid’ah qabihah (perkara baru yang jelek) yang bertentangan dengan agama.

Bertabarruk dengan peninggalan Nabi adalah sunnah, para Nabi mempunyai kelebihan dan keutamaan yang tidak dimiliki oleh manusia biasa seperti kita, karena semua yang ada pada diri seorang Nabi adalah berkah. Tidak diragukan lagi bahwa peninggalan Nabi Muhammad mengandung berkah, semua ini telah disaksikan oleh para sahabat beliau, mereka telah bertabarruk dengan rambut Nabi, sisa air wudlu, keringat, kuku dan bajunya, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Asma puteri sahabat Abu Bakar.

Tujuan Nabi membagi-bagikan rambutnya di antara para sahabat adalah agar berkah tetap di antara mereka dan juga sebagai pengingat untuk mereka।


Dalil-dalil bertabarruk diambil dari perbuatan Nabi saat beliau mencukur rambutnya ketika haji wada’, beliau meminta kepada sahabatnya Abu Thalhah al-Anshary untuk membagikannya kepada sahabat yang lain, beliau juga memotong kukunya dan membagikannya kepada para sahabat, sudah maklum Rasul membagikan kukunya bukanlah untuk dimakan, akan tetapi supaya mereka mendapatkan berkah dengannya. Sahabat Khalid bin Walid juga mengambil rambut kening Nabi dan diletakkan di kopyahnya, kemudian kopyah ini hilang di dalam suatu peperangan, maka dicarilah kopyah ini sampai dapat seraya berkata: “Sesungguhnya di dalam kopyah ini terdapat rambut kening Rasul, tidaklah kopyah ini aku pakai dalam sesuatu peperangan kecuali aku diberi kemenangan”.

Rambut Nabi telah tersebar di beberapa negara seperti: Arab Saudi, Kanada, Jerman, Lebanon, Amerika, Prancis dan negara arab lainnya. Budaya bertabarruk ini ada sejak zaman sahabat hingga sekarang, seperti yang dilakukan oleh orang-orang Tripoli (Lebanon), mereka pada setiap hari jum’at di akhir bulan Ramadhan bertabarruk dengan rambut Nabi, mereka sanggup menunggu antrian panjang demi bertabarruk, melihat dan mencium rambut Nabi sallallahu‘alaihi wasallam. Acara tersebut dimulai setelah sholat fajar

dan dilanjutkan setelah sholat jum’at, ribuan orang ikut hadir dalam acara ini, baik laki-laki, perempuan, dewasa ataupun anak-anak. Tidak hanya penduduk Tripoli saja yang ikut hadir dalam acara ini, orang-orang dari luar Tripoli juga tidak mau ketinggalan dalam acara tahunan ini. Rambut rasul yang tersimpan di masjid al-Mansur al-Kabir ini adalah hadiah dari Sultan Utsmany Abdul Hamid kepada penduduk Tripoli, hadiah ini sangatlah berharga dan tidak ternilai harganya.

Tabarruk semacam ini juga masih berlaku di kalangan umat Islam di Indonesia, sebagai contoh umat Islam di daerah Gresik (jawa timur), mereka senantiasa bertabarruk dengan air di kolam bekas tempat wudlu Maulana Malik Ibrahim, tepatnya kolam tersebut berada di desa Pesucinan Manyar Gresik. Begitu juga para peziarah Wali Songo mereka mengambil berkah dari air sumur peninggalan para Wali tersebut. Rabbana fanfa’na bibarakatihim wahdina alhusna bihurmatihim. Amin…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar