Jumat, 18 Maret 2011

Mengapa Kita Memperingati Maulid Nabi?

Segala puji-pujian bagi Allah kembali terucap, sebagai rasa syukur kita kepada Allah yang telah menciptakan cahaya iman dan Islam yang menerangi alam ini melalui hamba pilihan-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Semoga sholawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau yang telah menegakkan kebenaran dan kedamaian di persada bumi ini, dan memperbaiki tradisi jahiliyah yang tidak punya aturan, kepada tradisi Islam bermoral dan berakhlak mulia.

Wahai saudara seiman…Sebagaimana yang telah anda ketahui bahwa 15 abad yang silam, telah diutus Nabi kita Muhammad sebagai penerus dan penegak kembali ajaran Islam yang telah padam sejak meniggalnya pengikut ajaran Nabi ‘Isa yang terakhir yaitu Zaid bin ‘Amar bin Naufal. Sekaligus Nabi kita Muhammad adalah Khatamun Nabiyyin (nabi terakhir yang menutup lembaran kenabian).

Ajaran yang dibawa oleh beliau sejalan dengan ajaran para nabi sebelumnya tidak ada perbedaan di antara mereka dalam dasar aqidah, hanya saja perbedaan terdapat dalam hukum syari’at, sebagai contoh: dalam syari’atnya Nabi Adam dihalalkan menikahi saudari kandung secara bersilang, sedangkan dalam syari’at nabi kita Muhammad hal itu di larang. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda:

الأنبياء اخوة لعلات دينهم واحد وأمهاتهم شتى

Maknanya: ”Para nabi antara satu dengan yang lain seperti saudara seayah, agama mereka satu (aqidah mereka sama), namun syari’at mereka berbeda-beda (syariat mereka tidak sama)”.

Agama Islam bukanlah agama Nabi kita Muhammad saja, akan tetapi Islam agama seluruh nabi, sebagaimana dijelaskan dalam al Qur’an bahwa Allah ta’ala berfirman tentang nabi Ibrahim: “ حنيفا مسلما “ maknanya: “hanif lagi muslim”.

Adapun aqidah para nabi adalah aqidah tanzih (mensucikan Allah ta’ala dari menyerupai makhluk-Nya) Allah ta’ala tidak disifati dengan sifat-sifat mahluk-Nya, di antara sifat-sifat makhluk adalah: Bertempat, mempunyai arah, berpindah dari satu tempat ketempat yang lain, bergerak, diam, berubah, dll, dari sini kita pahami bahwa Allah ta’ala tidak di atas ‘Arasy, tidak di atas langit dan tidak di manapun, karna tempat adalah makhluk ciptaan Allah, sebelum diciptakannya tempat Allah ada tanpa tempat, kemudian setelah menciptakan tempat Allah tetap seperti semula, ada tanpa tempat, dalam arti tidak berubah, karna segala yang menerima perubahan adalah makhluk ciptaan-Nya.

Kemudian semua para nabi mengajak manusia untuk tidak menyembah selain Allah dan tidak menyekutukan Allah dengan selain-Nya, Rasulullah bersabda:

أفضل ما قلت أنا والنبيون من قبلي لا إله إلا الله". رواه البخاري

Maknanya: ”Kalimat yang paling utama saya ucapkan dan para nabi sebelumku adalah لا إله إلا الله (tidak ada yang berhak untuk disembah (ditunduki dengan puncak ketundukan) kecuali Allah semata”.

Wahai saudaraku…sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa para ahli bahasa menamakan kalimat لا إله إلا الله dengan kalimat tauhid, ajaran inilah yang pertama sekali ditanamkan Rosulullah kepada para sahabatnya sebelum beliau mengajarkan hukum-hukum syari’at secara rinci.

Bukalah kembali lembaran sejarah, pasti kita dapati bahwa setelah dua belas tahun sesudah diangkatnya Nabi Muhammad menjadi seorang nabi dan rasul, baru diwajibkan sholat lima waktu tepatnya di malam Isra’ Mi’raj, dan puasa Ramadlan diwajibkan dua tahun sesudah hijrah. Adapun sebelum diwajibkannya sholat dan puasa, Rosulullah mengajarkan dan menanamkan akidah yang benar, yaitu aqidah tauhid, menyembah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan makhluk-Nya, di mana pada saat itu kaum Jahiliyyah kebanyakan adalah menyembah berhala.

Setelah kita mengetahui betapa besar jasa-jasa Rasulullah kepada umatnya dan ketiggian martabat serta keagungannya (dia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling mulia, pemimpin para nabi dan rosul, dan dia diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam), maka sebagai ungkapan rasa syukur atas munculnya rahmat bagi seluruh alam, serta sebagai bukti kecintaan kepada Rasulullah, umat Islam di seluruh penjuru dunia memperingati maulid Nabi Muhammad.

Kalau ada orang yang bilang bukankah peringtan maulid ini tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah??? bukankah ini bid’ah??? kita katakan: iya…Anda benar!, hal ini tidak pernah dilakukan nabi dan para sahabatnya, bahkan para ulama salaf sekalipun. Namun semenjak berlaku diadakannyaperingatan mauled nabi ini pada permulaan abad ke enam hijriyyah, tiada satupun ulama yang mengingkarinya.

Peringatan maulid ini baru muncul di permulaan tahun 600 hijriyah, yang dirintis oleh Raja Irbil (seorang raja yang sholeh, bertaqwa dan pemberani) yang bernama al-Muzhaffar Abu Sa’id Kaukabari. Pada saat itu, beliau mengumpulkan para ulama hadits, ulama tasawuf dan lain-lain dari berbagai daerah yang berbeda-beda, tiada satupun dari mereka mengingkari diadakannya peringatan ini bahkan mereka semua mengangap bagus perbuatan tersebut. Di antara para ulama yang menhupas tuntas tentang hukum perayaan maulid nabi adalah: al-Hafidz as-Suyuthi dalam kitabnya “Husnul maqshid fi amal al-Maulid”, al-Hafidz ibnu Hajar al-Asqolani, dan al-Hafidz as-Sakhawi di dalam fatawanya.

Ibnu Khillikan mengatakan dalam kitabnya “Wafahatul A’yan” ketika menyebutkan biografi al-Hafidz Abu Khattab bin Dihyah: “Beliau adalah salah satu di antara pembesar ulama, yang masyhur keutamaan ilmunya, beliau berasal dari Maghrib, lalu datang ke negri Syam, setelah berkunjung ke Irak, melewati Irbil pada tahun 604 hijriyah, pada saat itu, beliau mendapati raja irbil al-Muzhafar bin Zainuddin sangat perhatian terhadap maulid nabi, maka al-Hafidz Abu al-Kattab mengarang sebuah buku tentang maulid yang bernama “at-Tanwir fi Maulid al-Basyir an-Nadzir” lalu beliau membacakannya di hadapan Raja Irbil, kemudian beliau diberi hadiah oleh raja tersebut seratus dinar”.

Tidak seorangpun dari ulama yang mengharamkan maulid nabi, pengharaman ini hanya muncul dari beberapa kelompok ekstrim yang muncul akhir-akhir ini, dengan menfatwakan bahwa maulid adalah bid’ah yang sesat. Alangkah baiknya, seandainya orang tersebut mempelajari tentang bida’ah sebelum dia berbicara.
Ketahuilah bahwa bid’ah itu tidak semuanya sesat dan tercela, imam Syafi’i -semoga Allah meridhoinya- menjelaskan tentang bid’ah sebagaiman diriwayatkan oleh al-Baihaqi, beliau mengatakan “Bid’ah terbagi dua: bid’ah terpuji dan bid’ah tercela, setiap bid’ah yang sejalan dengan al-Qur’an, hadist, ijma’ ulama’ dan perkataan ulama adalah bid’ah yang terpuji (hasanah), sementara segala bid’ah yang bertentangan dengan dasar-dasar hukum tersebut adalah bid’ah yang tercela (sayyi’ah). Perkataan imam Syafi’i ini, berdasarkan hadits shohih yang diriwayatkan oleh imam Muslim. Dari sini dapat kita pahami, bahwa peringatan maulid nabi yang sejalan dengan al-Qur’an dan sunnah adalah bid’ah yang terpuji.
Wallahu a’alam.

Minggu, 06 Maret 2011

तबर्रुक : MAKNA, HUKUM DAN PRAKTEK

Allah subhanahu wata’ala adalah pencipta sebab dan musabbab, Allah yang menciptakan kesembuhan, sedangkan obat dan dokter hanyalah sebatas perantara untuk mendapatkan kesembuhan.

Perlu kita ketahui bahwa bertabarruk dengan para nabi, rasul, wali dan peninggalannya bukanlah suatu penyembahan (ibadah) terhadap mereka, akan tetapi merupakan pengambilan suatu sebab, karena yang menciptakan manfaat dan bahaya yang sesungguhnya hanyalah Allah ta’ala, dan bukan berarti bertabarruk menafikan tawakkal (berserah diri) kepada Allah.

Tabarruk secara etimologi adalah mencari berkah, sementara berkah sendiri maknanya adalah tambahan kebaikan. Adapun dalam tinjauan syara’ berarti, memohon kepada Allah agar menjadikan berkah (tambahan kebaikan) dengan menggunakan sebab atau wasilah (perantaraan) nabi atau wali, baik dengan mendatangi makam nabi atau wali, atau dengan menyentuh atsar (peninggalan) dari meraka, seperti: baju, serban, tongkat, pedang, rambut dan lain-lain. Namun perlu digarisbawahi, bahwa dengan melakukan hal ini, bukan berarti nabi atau wali itu yang menciptakan kebaikan, akan tetapi yang kuasa menciptakan kebaikan hanyalah Allah ta’ala semata, adapun nabi atau wali hanyalah wasilah (perantara) saja.

Setiap orang mukmin berkeyakinan bahwa Nabi atau wali tidak bisa menciptakan apapun, mereka hanyalah sebab, dan Allah subhanahu wa ta’ala pencipta segalanya, baik itu berupa sebab ataupun lainnya. Bertabarruk dengan orang-orang sholeh adalah bagian dari agama. Para Nabi dan rasul telah mengajarkan kepada umatnya untuk bertabarruk, dan perbuatan ini bukanlah tergolong bid’ah qabihah (perkara baru yang jelek) yang bertentangan dengan agama.

Bertabarruk dengan peninggalan Nabi adalah sunnah, para Nabi mempunyai kelebihan dan keutamaan yang tidak dimiliki oleh manusia biasa seperti kita, karena semua yang ada pada diri seorang Nabi adalah berkah. Tidak diragukan lagi bahwa peninggalan Nabi Muhammad mengandung berkah, semua ini telah disaksikan oleh para sahabat beliau, mereka telah bertabarruk dengan rambut Nabi, sisa air wudlu, keringat, kuku dan bajunya, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Asma puteri sahabat Abu Bakar.

Tujuan Nabi membagi-bagikan rambutnya di antara para sahabat adalah agar berkah tetap di antara mereka dan juga sebagai pengingat untuk mereka।


Dalil-dalil bertabarruk diambil dari perbuatan Nabi saat beliau mencukur rambutnya ketika haji wada’, beliau meminta kepada sahabatnya Abu Thalhah al-Anshary untuk membagikannya kepada sahabat yang lain, beliau juga memotong kukunya dan membagikannya kepada para sahabat, sudah maklum Rasul membagikan kukunya bukanlah untuk dimakan, akan tetapi supaya mereka mendapatkan berkah dengannya. Sahabat Khalid bin Walid juga mengambil rambut kening Nabi dan diletakkan di kopyahnya, kemudian kopyah ini hilang di dalam suatu peperangan, maka dicarilah kopyah ini sampai dapat seraya berkata: “Sesungguhnya di dalam kopyah ini terdapat rambut kening Rasul, tidaklah kopyah ini aku pakai dalam sesuatu peperangan kecuali aku diberi kemenangan”.

Rambut Nabi telah tersebar di beberapa negara seperti: Arab Saudi, Kanada, Jerman, Lebanon, Amerika, Prancis dan negara arab lainnya. Budaya bertabarruk ini ada sejak zaman sahabat hingga sekarang, seperti yang dilakukan oleh orang-orang Tripoli (Lebanon), mereka pada setiap hari jum’at di akhir bulan Ramadhan bertabarruk dengan rambut Nabi, mereka sanggup menunggu antrian panjang demi bertabarruk, melihat dan mencium rambut Nabi sallallahu‘alaihi wasallam. Acara tersebut dimulai setelah sholat fajar

dan dilanjutkan setelah sholat jum’at, ribuan orang ikut hadir dalam acara ini, baik laki-laki, perempuan, dewasa ataupun anak-anak. Tidak hanya penduduk Tripoli saja yang ikut hadir dalam acara ini, orang-orang dari luar Tripoli juga tidak mau ketinggalan dalam acara tahunan ini. Rambut rasul yang tersimpan di masjid al-Mansur al-Kabir ini adalah hadiah dari Sultan Utsmany Abdul Hamid kepada penduduk Tripoli, hadiah ini sangatlah berharga dan tidak ternilai harganya.

Tabarruk semacam ini juga masih berlaku di kalangan umat Islam di Indonesia, sebagai contoh umat Islam di daerah Gresik (jawa timur), mereka senantiasa bertabarruk dengan air di kolam bekas tempat wudlu Maulana Malik Ibrahim, tepatnya kolam tersebut berada di desa Pesucinan Manyar Gresik. Begitu juga para peziarah Wali Songo mereka mengambil berkah dari air sumur peninggalan para Wali tersebut. Rabbana fanfa’na bibarakatihim wahdina alhusna bihurmatihim. Amin…