Senin, 14 September 2009

BAHAYA LISAN…



Diceritakan… Seorang perempuan Lebanon bercerita tentang saudarinya di Syiria tentang peristiwa yang menimpa setelah kematiannya. Tepatnya beberapa saat usai pemakaman. Perempuan Lebanon ini bertolak menuju Syiria tempat saudarinya meninggal dan tiba di sana waktu sholat ashar, namun jenazah sudah dikuburkan sebelum kedatangannya.


Setelah masuk sholat maghrib pergilah perempuan ini dengan ditemani anak-anaknya menuju makam saudarinya. Dengan petunjuk anak-anak perempuan yang meninggal sempailah mereka kepemakaman dan malam pun semakin mencekam.


Di sinilah keanehan-keanehan terjadi, kuburan yang masih basah itu bergetar dan bergoncang, terdengar suara jeritan dan rintihan, gundukan tanah itu bergerak. Melihat hal itu anak-anak si perempuan yang meninggal segera membongkar kuburan ibu mereka, karena menduga ibu mereka masih hidup.


Tragis, setelah dibuka, jenazah berubah menjadi hitam legam. Tak tahan dengan pemandangan itu merekapun mengubur kembali jenazah. Usainya, gundukan makam kembali bergoncang hebat. Akhirnya, mereka meninggalkan pemakaman menuju kediaman. Tak lama kemudian para penggali kubur menyusul mereka dan menyampaikan bahwa suara aneh masih terdengar dari dalam kubur.


Ketika perempuan Lebanon ini ditanya perihal saudarinya, diapun mengabarkan bahwa saudarinya semasa hidupnya menjalankan sholat, namun pernah lima kali mengalami keguguran dan kenyataan pahit ini tidak bisa dia terima. Caci maki kepada Tuhannya tak elak keluar dari mulutnya “Buat apa sholat, Dia(Allah) telah mengambil anak-anakku tak ada gunanya aku sholat”.(na’uzubillah). Perkataan ini mengeluarkan pelakunya dari agamanya kemarahannya mengeluarkannya dari Islam. Seandainya saja ia bersabar, seandainya saja ia berucap hamdallah dan bersyukur tentu akan tercatat pahala baginya.


Menentang (protes) atau tidak rela dengan kehendak Allah adalah suatu perkara yang pelakunya tidak disebut seorang muslim, sama halnya dengan mengatakan Allah dzalim. Perkataan semacam ini mengeluarkan pelakunya dari Islam, baik dilontarkan dalam keadaan marah ataupun senda gurau, walaupun hatinya tidak meyakini perkataan yang diucapkan. Semua hal ini bukanlah udzur. (Sebagaimana diceritakan oleh Syekh Abdurrozzaq Syarif dari Syekh Abdullah dari yang mempunyai cerita).


Begitu juga perkataan ”mencintai tuhan adalah puncak kesalahan” pelakunya terjerumus ke dalam ‘lembah hitam’ dan harus mengucapkan dua kalimat syahadat untuk menjadi muslim kembali. Begitulah cara ia bertaubat. Sungguh, agama bukanlah sesuatu yang bisa dipermainkan. Dalam hal ini Imam Nawawi pengarang Minhaj Attholibin menyebutkan perkara yang mengeluarkan seorang muslim dari agamanya terbagi menjadi tiga. (gak usah jauh-jauh pengarang kitab sullam attaufiqpun dalam bab arriddah menyebutkan hal yang senada, la wong semua ulama kita sepakat akan hal ini kok)


Berkenaan dengan hal ini firman Allah:


[1]
مَا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلاَّ لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ


Ayat ini menjelaskan bahwa semua perkataan yang diucapkan pasti dicatat oleh dua malaikat yang mulia Roqib dan Atid. Perkataan yang baik, yang buruk bahkan perkataan yang mubah (boleh) tercatat juga. Maka hendaknya setiap manusia memperhitungkan setiap perkataannya. Jika perkataan tersebut baik, pahala yang ia dapatkan. Namun, jika sebaliknya maka dosa yang diperolehnya.


Adapun mengenai tulisan pengarang kitab Sullam at-Taufiiq menyebutkan bahwa termasuk maksiat tangan adalah menulis sesuatu yang haram diucapkan. Imam Ghozali dalam Bidaayatul Hidayah menyebutkan, yang maknanya “sesungguhnya Al-Qolam (tulisan) adalam salah satu dari lisan, maka sebagaimana wajib menjaga lisan dari perkataan yang diharamkan seperti menggunjing dan sebagainya, begitu juga wajib menjaga tulisan”.


Ketidaktahuan dalam masalah agama tidak semuanya merupakan udzur. Ulama’ mengatakan orang yang bodoh adalah musuh bagi dirinya sendiri. Kalau memang demikian, seorang yang jernih akalnya akan selalu mendahulukan perkara-perkara terpenting di antara perkara-perkara penting. Maka cobalah kita bertanya apa yang lebih penting dari menuntut ilmu agama..?


Firman Allah:


إن أكرمكم عند الله أتقاكم
[2]


Dan meraih taqwa tentunya dengan ilmu agama. (lha bagaimana bisa meraih taqwa kalo ngak tahu halal dan haram, ngak bisa membedakan yang wajib dan sunnah ngak tau perkara yang manfaat dan perkara yang mbahayain agamanya..?)


Edisi selanjutnya prioritas ilmu agama.
Penulis ;
Al Faqir Betown, Indonesia


FOOTNOTE :


1] Surat Qof :18
[2] Al hujurat :13

SALAFIYAH ATAU WAHABIYAH?



Katakan kepada mereka: “ Agama kalian itu sebenarnya adalah agama yang baru, agama kalian didirikan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab. Dengan mengatakan;_sesungguhnya tidak ada seorang muslim yang mengharamkan ucapan " يا محمد " sebelum Ibnu Abdul Wahhab, hingga orang yang disebut oleh Muhammad bin Abdul Wahhab sebagai Syaikhul Islam yaitu Ibnu Taimiyah mengakui kebenaran ucapan " يا محمد ". Dalam kitabnya yang berjudul Al kalim At Thoyyib Ibnu Taimiyah menyebutkan “Ketika dalam kesulitan orang yang terkena khadar ( hilang rasa hingga tak dapat bergerak) di kakinya, dia mengatakan : "dianjurkan bagi orang yang terkena khadar di kakinya, untuk membaca " يا محمد ". Ibnu Taimiyah mengambil dalil ini dari Abdullah bin Umar semoga Allah meridlainya, karena dia pernah terkena khadar di kakinya, kemudian dikatakan kepadanya: sebutlah manusia yang paling kamu cintai, lalu dia menyebutkan " يا محمد " setelah itu [sakitnya] sembuh”.

Katakan kepada mereka : Ibnu Taimiyah yang kalian sebut sebagai Syaikhul Islam memperbolehkan ucapan " يا محمد ", sedangkan kalian mengkafirkan-nya? bagaimana kalian mengaku beragama Islam, padahal sebenarnya kalian bukan orang Islam, kalian telah mengkafirkan (semua) Umat, sedangkan Umat Muhammad tidak ada perselisihan dalam memperbolehkan ucapan " يا محمد ". Kalianlah orang yang pertama kali mengkafirkan orang yang mengucapkan kalimat ini. Barang siapa yang mengkafirkan umat, maka dihukumi kafir, karena umat senantiasa beragama Islam.

Rasulullah bersabda;


لَنْ يَزَالَ أَمْرُ هَذِهِ الأمَّةِ مُسْتَقِيمًا حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ ، أَوْ حَتَّى يَأْتِىَ أَمْرُ اللَّهِ تَعَالَى


Artinya;


"Senantiasa Umat ini dalam kebenaran, sehingga bangkit hari kiamat atau datang putusan Allah. (H.R. al-Bukhori).

Jika mereka mengatakan Ibnu Taimiyah tidak mengatakan hal itu, maka katakan kepada mereka: lihatlah kitabnya "al-Kalim ath-Thoyyib".
[1] Pimpinan mereka al-Albâni juga mengakui bahwa kitab "al-kalim ath-Thoyyib" adalah karya Ibu Taimiyah, meskipun dia mengatakan sanad ucapan Ibnu Umar ketika terkena khadar di kakinya adalah dho'if. Tapi Ibnu Taimiyah menyebutkan di dalam kitabnya. Pendapat al-Albâni ini tidak bisa dijadikan hujjah, karena dia tidak ahli dalam mengatakan sebuah hadits ini dho'if atau hasan. Dia tidak hafal sepuluh hadits beserta sanadnya, bagaimana bisa membedakan antara hadits dho'if dan hasan?, ini berdasarkan pengakuannya sendiri,dia mengatakakan "saya Muhadits kitab dan bukan Muhadits sanad".

Kalau begitu siapa yang kafir, apakah dia yang kalian sebut sebagai Syaikhul Islam atau kalian?, karena secara hukum kalian telah mengkafirkan-Nya meskipun kalian tidak merasa.

Di sini mereka (wahabiyah) tidak berani mengatakan Ibnu Taimiyah kafir dan juga tidak akan mengakui dirinya kafir.

Kita katakan kepada mereka: Agama kalian adalah baru, kalian mengkafirkan Umat Islam sejak zaman Rasulullah sampai saat ini, dan secara makna kalian telah mengkafirkan Ibnu Taimiyah karena dia menganggap bagus ucapan " يا محمد ", untuk orang yang terkena khadar, apakah kalian punya jawaban?. Mereka akan diam seribu bahasa.

Jika mereka mengatakan Ibnu Taimiyah meriwayatkan dari perawi yang berbeda, maka katakan: dengan menyebutkan di dalam kitabnya adalah bukti bahwa dia menganggapnya bagus, karena seseorang yang menyebutkan kebathilan di dalam karyanya tanpa mengingatkan darinya, maka dia mengajak kepada kebathilan tersebut.

Jika mereka mengatakan: kami dalam kebenaran dan Ibnu Taimiyah menghalalkan syirik dan kufur, maka kita katakan: kalian telah mengkafirkan pimpinan kalian dalam berkeyakinan (aqidah) at-Tasybih. (menyerupakan Allah dengan makhluknya) dan kesesatan-kesesatan yang lain.

Kalian mengakui sebagai pengikut setia Ibnu Taimiyah di dalam ucapan-Nya, yang mana ucapan ini adalah penyebab kekufuran (baca: pembagian Riddah) yaitu, individu alam ini ada sejak azal (sebelum adanya masa) dan alam ini ada sejak azal bersama Allah, dan bukanlah makhluk. Keyakinan ini adalah menyekutukan Allah dengan makhluknya.

Allah berfirman:

artinya:


لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ


"Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya" (Q.S. asy-Syura:11).

Rasulullah bersabda:


حق الله على العباد أن يعبدوه ولا يشركوا به شيئاً


artinya:

"Hak Allah atas para hamba adalah beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun"(H.R. al-Bukhari dan Muslim).

Di dalam kekufuran ini kalian jadikan sebagai pedoman, yang jelas-jelas pedoman ini bertentangan dengan al-Qur'an dan al-Hadits, tapi di dalam masalah lain yang mana Ibnu Taimiyah mencocoki kebenaran, kalian mengingkarinya, yaitu diperbolehkannya istighotsah (minta pertolongan) kepada Rasulullah pada saat kesulitan dengan ucapan " يا محمد ". Kalian bohong dalam mengklaim diri kalian sebagai orang salaf
[2], siapa dari orang-orang salaf yang mengingkari ucapan " يا محمد ", pada saat kesulitan?. Pernyataan diri kalian sebagai orang salaf adalah haram, karena dengan nama ini memberikan persangkaan bahwa kalian adalah beraqidah salaf (Ahlissunnah Wal Jama'ah), kenyataan-nya kalian bukanlah salaf dan juga bukan kholaf[3] tapi kalian adalah TALAF[4]. Kalian tidak mengerti arti salaf tapi mengklaim sebagai salaf?, kalian beragama baru, karena ucapan " يا محمد ", untuk istighotsah adalah boleh menurut ulama salaf dan kholaf, baik saat Rasulullah masih hidup atau setelah wafat, sesuai kesepakatan para ulama.

Jelaslah sudah bahwa aliran wahabi adalah kelompok yang menyimpang dan jauh dari kebenaran. Mereka bukanlah salafiyah sebagaimana yang telah dibahas di atas, namun talafiyah (rusak). Karena mereka tidaklah sejalan dengan aqidah Rosulullah. Orang yang jernih akalnya pasti tahu akan hal ini. Maka persenjatailah diri anda dengan ilmu agama yang diambil dari lisan para ulama yang benar-benar mumpuni dan tsiqoh (terpercaya) secara talaqqi (penjelasan secara lisan) dengan melestarikan tradisi sanad (mata rantai keilmuan) sehingga selalu terjaga kemurnian dan selamat dari penyimpangan.


Penulis ;
Pemuda NU

FOOTNOTE :


[1] Pernyataan Ibnu Taimiyah yang memperbolehkan istighotsah (meminta pertolongan) kepada Allah dengan perantara Rasulullah terdapat pada cetakan pertama, namun pada cetakan seterusnya dicetak dan dihapus oleh golongan ini.

[2] Salaf adalah generasi ke 300 setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam.

قال النبي صلى الله عليه وسلم : « خير القرون قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم » يعني أصحابي وتابعيهم وتابعي التابعين


Artinya; sebaik-baik kurun adalah kurunku, kemudian kurun setelahku, kemudian kurun setelahnya ( H.R. al-Bukhori dan Muslim). Satu kurun = 100 tahun.

[3] Kholaf adalah generasi setelah salaf ( 300 tahun setelah wafatnya Rasulullah).


[4] Talaf bermakna perusak atau pemusnah. Nama ini lebih sesuai untuk mereka, karena mereka telah merusak aqidah Umat Islam di seluruh dunia.

Kamis, 10 September 2009

ALLAH TIDAK MENYERUPAI MAKHLUK-NYA

Segala puji untuk Allah yang berhak dipuja, dimintai pertolongan dan petunjuk, Yang Maha Pengampun dan Penerima Taubat. Barang siapa yang mendapatkan petunjuk dari Allah maka dia tidak akan tersesat dan barang siapa yang tersesat maka sungguh tidak ada petunjuk baginya.

Allah adalah Dzat yang berhak mendapatkan puncak keagungan dan ketundukan, yang wajib disembah, Maha Esa tiada sekutu baginya, yang menciptakan seluruh alam dengan segala isinya, maha suci dari menyerupai sesuatupun dari makhluknya dan tidak ada sesuatupun yang menyerupainya. Allah berfirman :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ
Artinya ;

“ Tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya”.

Ayat ini dengan jelas telah menunjukkan kesucian Allah dalam menyerupai makhluknya dari berbagai bentuk dan segi.

Allah tidak bisa disifati dengan sifat-sifat makhluknya seperti mempunyai bentuk, baik besar maupun kecil, halus ataupun kasar, berdiri, duduk,bergerak, diam dan lain sebagainya.

Pada ayat tersebut, Allah telah menyebutkan dengan lafadz (شَيْءٌ) dalam bentuk nakirah (umum) di dalam jumlah nafi [لَيْسَ], sedangkan lafadz umum (نكرة) apabilah berada di dalam jumlah nafi maka berfaidah syumul (keseluruhan), dengan jumlah ini memberi kefahaman bahwa Allah tidak menyerupai sesuatupun dari makhluknya dari berbagai segi.

‘Alam terdiri dari dua bagian:

1. Jauhar yaitu sesuatu yang ada bentuknya dan terbagi dua:

a. Jauhar al-Fard yaitu bagian yang tidak bisa dibagi-bagi.

b. Jisim yaitu sesuatu yang masih bisa dibagi lagi.

2. 'Ardl yaitu tempat sesuatu yang menjadi sifat dari jauhar, seperti bergerak dan diamnya jisim (benda).

Adapun makhluk yang terbesar dari ciptaan Allah adalah 'arsy. Sebagaimana hadits Nabi:
مَا السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ فِي الْكُرْسِيِّ إِلاَّ كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ فِي أَرْضِ فَلاةٍ ، وَفَضَلُ الْعَرْشِ عَلَى الْكُرْسِيِّ كَفَضْلِ الْفَلاةِ عَلَى تِلْكَ الْحَلْقَةِ
Yang artinya ;

"Perbandingan 7 langit dengan kursi bagaikan cincin yang dilemparkan ke bumi yang luas, sedangkan perbandingan 'arsy dengan bumi adalah bagaikan bumi luas dengan bulatan cincin. (Diriwayatkan Imam Al-Baihaqi di dalam Kitab Asma’ Wa As-Shifat)

Sayyidina Ali berkata:
إن الله تعالى خلق العرش إظهارا لقدرته ولم يتخذه مكانا لذاته
artinya:
"sesungguhnya Allah menciptakan 'arsy untuk menunjukkan kekuasaannya dan tidaklah Allah menjadikan'arsy sebagai tempat Dzatnya.(diriwayatkan oleh Imam Abu Manshur al-Baghdadi di dalam kitabnya al-Farqu Baina al-Firaq).

Dan makhluk terkecil yang masih bias ditangkap oleh mata pengelihatan adalah haba' (debu), akan tetapi menurut pandangan ulama tauhid masih ada yang lebih kecil dari debu (الهباء) dan mereka mengatakan jauharul fardh.

Makhluk-mahkluk Allah tersebut, ada yang berbentuk kasar seperti manusia, pepohonan, dan bebatuan. Dan ada juga yang berbentuk halus seperti roh, cahaya dan gelap.

Dari makhluk-makhluk tersebut ada yang terus-menerus bergerak seperti bintang, matahari dan rembulan, adakalanya diam dan bergerak seperti manusia, dan adakalanya selalu diam dan tidak bergerak seperti langit. Seandainya Allah berbentuk, baik kecil atau besar, halus atau kasar, bergerak atau diam, dan kadang diam dan kadang bargerak atau selalu diam maka sungguh tidak akan terhitung benda yang menyerupai Allah. Allah maha suci dari menyerupai semua itu, sebagaimana yang telah di sebutkan pada ayat di atas.

Sungguh manusia telah mengetahui bagaimana matahari dengan bentuknya yang sangat indah, terutama kebesaran manfaatnya bagi manusia, tumbuh-tumbuhan, pepohonan, bumi, udara, air dan alam yang lain. Andaikan ketuhanan itu sah untuk setiap sesuatu yang berbentuk maka mataharilah yang lebih berhak menjadi Tuhan, akan tetapi ketuhanan tidak sah bagi matahari sebab matahari mempunyai bentuk, sedang sesuatu yang berbentuk itu pasti membutuhkan kepada yang menjadikan bentuk, dan sesuatu yang masih membutuhkan kepada yang lain itu tidak akan sah menjadi tuhan.

Imam Abu al-Fadl at-Tamimi mengambil perkataan Imam Ahmad dalam kitabnya (i'tiqod Imam Ahmad) yang berbunyi ;

“Imam Ahmad mengingkari orang yang berkata jisim bagi Allah”, kemudian beliau berkata bahwa “sesungguhnya nama-nama dan sifat-sifat Allah diambil bukan asal meletakkan saja, akan tetapi di ambil dari syariat Islam dan bahasa yang tinggi, sedangkan ahli bahasa meletakkan kata jisim itu untuk sesuatu yang mempunyai ukuran, panjang, lebar, tebal, tersusun dan mempunyai bentuk, maka dengan demikian tidak boleh apabila Allah dikatakan jismiyah.”

Imam Ahmad mengatakan :
مهما تصورت ببالك فالله بخلاف ذلك
Artinya ;

“Apapun yang terpintas dalam benak kamu (tentang Allah), maka Allah tidak seperti itu”.

Imam Abu Manshur al-Baghdady juga menyebutkan di dalam kitabnya al-Farq Bayna al-firaq bahwa Ahlussunnah Wal Jamaah mengatakan Allah tidak mempunyai nihayah (berakhir), dan had (berukuran).

Imam Abu Ja'far at-Thohawi yang masyhur dengan kitab Aqidah at-Thohawiyah mengatakan dalam kitabnya, "bahwa Allah suci dari hudud (berukuran/batas), ghoyat (berakhiran), arkan (unsur/elemen), a'dlo' (anggota badan), adawat (peralatan), dan tidak terlingkupi oleh (tujuh) arah yaitu, depan, belakang, samping kanan, samping kiri, atas, dan bawah sebagaimana makhluknya.

Imam Ahmad mengatakan:
من قال الله جسم لا كالأجسام كفر
Artinya;
“Barang siapa yang mengatakan Allah berupa jisim (benda) tidak seperti jisim maka dia telah kafir.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang disampaikan oleh Imam Ahmad mempunyai arti bahwa orang yang mengatakan bahwa Allah adalah jisim maka tidak akan terbebaskan dari kekafiran.

Sayyidina Ali mengatakan :
من زعم أن إلهنا محدود فقد جهل الخالق المعبود
artinya;

Barang siapa yang mengatakan Allah berbentuk , maka sungguh dia tidak mengenal pencipta yang berhak di sembah.”

Imam Abu Hanifah mengatakan dalam fiqh al- Akbar;
ولا حد له ولا ضد له
artinya;

Allah tidak berbentuk dan tiada sekutu baginya.”

Imam Syafi'i mengatakan ;
المجسم كافر
artinya;

“Orang yang mengatakan bahwa Allah adalah jisim (benda), (maka) dia telah keluar dari agama islam.” (Di nukil oleh Imam as-Suyuti dalam kitab al-Asybah Wa an-Nadzair )
Wallahu A'lam.

Sabtu, 05 September 2009

ULAMA INDONESIA MENENTANG AJARAN WAHABIYYAH

Pendahuluan

Didirikannya NU (Nahdlatul Ulama) di Indonesia, adalah untuk membentengi umat dari faham-faham yang menyeleweng dari ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah, yang merupakan Aqidah mayoritas umat Islam semenjak zaman Sahabat sampai saat ini.

Patut di sayangkan akhir-akhir ini telah muncul faham-faham yang bertentangan dengan ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah dan mengklaim dirinya adalah Ahlussunnah. Melihat fenomena ini maka ulama NU bangkit untuk memerangi faham-faham yang bertentangan ini.

Sebagai bukti di atas, penulis mengkutip beberapa pendapat Ulama Indonesia yang mengatakan bahayanya faham-faham tersebut.

JUDUL ;

KH MUTAWAKKIL: WAHABI MENJALAR DI INDONESIA, INI BERBAHAYA!

Ahad, 7 Juni 2009 18:21

Jember, NU Online

Tugas Nahdlatul Ulama (NU) ke depan semakin berat, seiring kian mengglobalnya jaringan komunikasi. Jika NU tidak menata diri dengan solid, atau apalagi hanya sibuk dengan urusan politik, maka hampir bisa dipastikan NU akan kehilangan tajinya.

Demikian diungkapkan Ketua PWNU Jawa Timur, KH Mutawakkil Alallah saat memberikan pengarahan dalam Konferensi Cabang (Konercab) NU Jember di gedung Baladika NU Jember, Ahad pagi (7/6).

Menurut Kiai Mutawakkil, setidaknya ada dua aliran yang saat ini potensial mengacak-acak ajaran Islam ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja). Pertama adalah aliran Islam fundamentalis. Termasuk dalam aliran ini adalah Syiah. Aliran ini dulu berkembang di Iran tetapi sekarang sudah masuk ke Indonesia.

Aliran lainnya yang lebih patut diwaspadahi adalah Wahabi yang berasal dari Saudi Arabia. “Wahaby, yang dulu pusatnya di Arab, sekarang sudah menjalar ke Indonesia. Ini berbahaya!” kata KH Mutawakkil.

Pengasuh pesantren Genggong, Kraksaan, Probolinggo itu menambahkan, yang juga perlu diwaspadai oleh warga nahdliyin (sebutan untuk warga NU) adalah gerakan Islam liberal. Aliran tersebut, kata Kiai Mutawakkil, bertujuan menghilangkan kesucian dan kesakralan ajaran agama.

Kiai Mutawakkil mengutip salah satu statment seorang pentolan Islam Liberal, yang menyatakan bahwa kitab suci Al-Qur’an sama saja dengan komik. Kelompok ini juga kerap mempertanyakan fungsi hadits sebagai salah satu sumber ajaran Islam yang dinilai kadaluarsa.

“Kalau ini sampai terjadi, bukan cuma mengancam Aswaja, tapi mengancam keutuhan NKRI, karena sasaran mereka bukan cuma warga muslim,” urainya di hadapan 1000 lebih hadirin.

Sementara itu, sesepuh NU KH Muchit Muzadi dalam tausiyahnya menyatakan NU bisa berperan maksimal jika pengurusnya solid dan ikhlas dalam mengabdi. Sebab, kalau ikhlas yang jadi pegangan, maka apa yang dilakukan di NU selalu terasa ringan.

“Untuk mengabdi di NU jangan tunggu jadi pengurus. Jadi pengurus atau tidak, pengabdian di NU harus tetap,” tukasnya seraya berharap agar siapapun yang terpilih sebagai ketua dalam Konfercab nanti, tidak membawa-bawa NU ke ranah politik.

Konfercab NU kali ini dikuti oleh 320 ranting dan 26 MWCNU. Untuk sementara tiga kandidat sudah muncul, yaitu KH Abdullah Syamsul Arifin, Gus Mamak dan H Sofyan Tsauri, namun diyakini pilihan peserta akan mengerucut kepada dua nama yang disebut pertama. Konfercab dibuka secara resmi oleh KH Muchit Muzadi ditandai dengan pemukulan bedug. (ary)

ULASAN PENULIS ;

Sejarah Ringkas Ajaran Wahabi

Ajaran Wahabi didirikan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab 1206H yang mendorong pengikutnya mengkafirkan umat Islam dan menghalalkan darah mereka. Sudah pasti manusia yang lebih mengenali perihal Muhammad bin Abdul Wahhab adalah saudara kandungnya dan ayahnya sendiri. Saudara kandungnya Syekh Sulaiman bin Abdul Wahab sering memberi peringatan kepada umat Islam dizamannya agar tidak mengikuti ajaran baru Muhammad bin Abdul Wahhab karena ajaran itu menghina ulama Islam serta mengkafirkan umat Islam . (Sebagai bukti baca kitab karangan Syekh Sulaiman tersebut: “Fashlul Khitob Fir Roddi ‘Ala Muhammad bin Abdul Wahhab” dan “ Sawaiqul Ilahiyah Fi Roddi ‘Ala Wahhabiyah”). Ayahnya (Abdul Wahhab) juga turut memarahi anaknya yaitu Muhammad bin Abdul Wahhab kerana tidak mau mempelajari ilmu Islam dan beliau menyatakan kepada para ulama: “Kamu semua akan melihat keburukan yang dibawa oleh Muhammad bin Abdul Wahhab ini”. ( Sebagai bukti baca kitab “As-Suhubul Wabilah ‘Ala Dhoroihil Hanabilah” cetakan Maktabah Imam Ahmad m/s 275). Demikianlah saudara kandungnya sendiri mengingatkan umat Islam agar waspada dengan ajaran TAKFIR (mengkafirkan) yang dibawa oleh Muhammad bin Abdul Wahhab.

Kenyataan Para Mufti Perihal Wahabi

Mufti Mazhab Syafi’i Ahmad bin Zaini Dahlan 1304 H yang merupakan tokoh ulama Mekah pada zaman Sultan Abdul Hamid menyatakan dalam kitabnya “ Ad-Durarus Saniyyah Fir Roddi ‘Alal Wahhabiyah m/s 42: “ Wahabiyah merupakan golongan pertama yang mengkafirkan umat Islam 600 tahun sebelum mereka dan Muhammad bin Abdul Wahhab berkata: Aku membawa kepada kamu semua agama yang baru dan manusia selain pengikutku adalah kafir musyrik ”.
Mufti Madzhab Hambali Muhammad bin Abdullah bin Hamid An-Najdy 1225H menyatakan dalam kitabnya “As-Suhubul Wabilah ‘Ala Dhoroihil Hanabilah” m/s 276 : “Apabila ulama menjelaskan hujah kepada Muhammad bin Abdullah Wahhab dan dia tidak mampu menjawabnya serta tidak mampu membunuhnya maka dia akan menghantar seseorang untuk membunuh ulama tersebut kerana dianggap siapa saja yang tidak sependapat dengannnya adalah kafir dan halal darahnya untuk dibunuh”.

Sejarah membuktikan Wahhabi telah membunuh keturunan Rasulullah serta menyembelih anak-anak kecil di pangkuan ibunya ketika mereka pertama kali memasuki Kota Thaif. (baca Kitab Umaro’ Al-bilaadul Haram m/s 297 – 298 cetakan Ad-Dar Al-Muttahidah Lin-Nasyr).

Ditulis oleh ;

Al-Faqir Abu Gresik Indonesia

Jumat, 04 September 2009

KAJIAN ILMIAH ;SIAPAKAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH?

PENGENALAN

Ahlussunnah Wal Jama'ah adalah golongan mayoritas umat Muhammad. Mereka adalah para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam dasar-dasar aqidah. Merekalah yang dimaksud oleh hadits Rasullullah yang artinya:

"...maka barang siapa yang menginginkan tempat lapang di surga hendaklah berpegang teguh pada al-Jama'ah, yakni berpegang teguh pada Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah".
[1]

Aqidah Sunniyyah adalah aqidah yang telah disepakati kebenarannya oleh segenap kaum Muslimin diseluruh penjuru dunia. Aqidah inilah yang telah dibawa oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Aqidah ini kemudian dijelaskan kembali berikut dengan dalil-dalil naqli (nash-nash al-Qur'an dan al-Hadits) dan aqli (argumen rasional) serta bantahan terhadap golongan-golongan yang menyempal_oleh dua imam besar; al Imam Abu Hasan al-Asy'ari dan al-Imam Abu Manshur al-Maturidi- semoga Allah meridlai keduanya. Akhirnya pada awal abad IV H, Ahlussunnah Wal Jama’ah dikenal dengan nama baru al-Asya'irah dan al-Maturidiyyah. Mereka adalah mayoritas umat yang tergabung dalam pengikut madzab empat dari sudut fiqihnya.

Sesuatu yang patut disayangkan merebaknya paham-paham yang berseberangan dengan aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah dengan klaim sebagai Ahlussunnah Wal Jama’ah. Diantara paham-paham itu adalah:

I. WAHABIYAH:

Mereka adalah pengikut Muhammad ibnu Abdul Wahab an-Najdi (W. 1206 H). Pokok dari ajaran ini adalah berkeyakinan bahwa Allah adalah benda yang duduk di atas 'Arsy atau kursi (sebagian mereka mengatakan di langit), dan ini adalah menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, karena duduk adalah salah satu dari sifat manusia, ini jelas-jelas bertentangan dengan firman Allah yang artinya ;

"Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya"
[2]

Diantara sifat-sifat manusia adalah seperti bergerak, diam, berubah, bersemayam, naik, turun, berada di tempat dan arah, duduk dan sebagainya.

Para as-Salaf ash-Shalih
[3] bersepakat bahwa orang yang mensifati Allah dengan salah satu dari sifat manusia adalah kufur, sebagaimana yang telah dikatakan Imam ath-Thohawi di dalam kitab aqidahnya. Sayyidina Ali berkata-semoga Allah meridlainya- :

"Sesungguhnya Allah menciptakan 'Arsy (mahkluk Allah yang paling besar) untuk menampakkan kekuasaan-Nya bukan untuk menjadikan tempat bagi Dzat-Nya"
[4]

Imam Syafi'i juga mengatakan: "orang yang meyakini bahwa Allah duduk di atas 'Arsy, maka ia kafir
[5]. Dalam kitab yang lain beliau juga mengatakan "orang yang meyakini Allah adalah benda (al-Mujassim) adalah kafir[6]. Al Mufassir al-Razi berkata: sesungguhnya keyakinan bahwa Allah duduk di atas 'Arsy atau berada di langit, adalah menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya dan keyakinan tersebut adalah kafir".

Golongan ini (wahabiyah) mengkafirkan orang yang berkata " ya Muhammad " atau beristighotsah, mengharamkan ziarah kubur, memusyrikkan orang yang bertawassul_pendiri ajaran ini mengambil keharaman tawassul dari kitab-kitab Ibnu Taimiyah (W. 728 H)_baca kitab (al-Maqalat as-Sunniyyah fi al-Kasyf adl-dlolalat Ahmad ibn Taimiyah, karya Syekh Abdullah al-Harari), mereka juga memusyrikkan orang yang memakai hirz (jimat atau kertas yang berisikan tulisan ayat-ayat al-Qur'an atau dzikir kemudian dibungkus rapat dan dikalungkan dileher), mereka menyamakan orang-orang ini dengan orang yang menyembah berhala, menyatakan semua bid'ah adalah sesat, mereka mengkafirkan semua orang yang bertentangan dengan keyakinan mereka dan lebih sesat lagi menghalalkannya untuk dibunuh dan banyak hal lainnya.

II. HIZBUL IHWAN:

Mereka adalah pengikut Sayid Quthub al-Mishri (W. 1387 H). Aqidah mereka adalah mengkafirkan penduduk suatu negara yang tidak memakai syari'at islam, mereka mengkafirkan semua orang, baik yang duduk dalam pemerintahan negara tersebut maupun rakyat biasa. Mereka juga mengkafirkan Orang Islam yang bermaksiat seperti berzina, minum arak, menghukumi dengan selain syariat baik karena suap, persahabatan atau kekerabatan. Awal mulanya "Hizbul Ihwan'" yang didirikan oleh Syekh Hasan al-Banna_semoga Allah meridlainya_ adalah berkeyakinan yang benar dan tidak mengkafirkan Orang Islam yang menghukumi dengan selain al-Qur'an, namun setelah Sayid Quthub bergabung dan merubah dari metode yang benar (asal), akhirnya Syekh Hasan al-Banna memperingatkan (tahdzir) Sayid Quthub dan pengikut-nya bahwa mereka bukanlah saudara (ihwan) dan juga bukan Orang Islam (muslimin). Para pengikut Sayid Quthub ini bermacam-macam dalam menyatakan nama golongan mereka, sebelum 40 tahun yang lalu, golongan ini mempunyai atau dikenal dengan dua nama; di Mesir dan sekitar-nya dikenal dengan nama "Hizbul Ihwan al-Muslimin" dan di Libanon dikenal dengan nama "Ibadurrahman", kemudian di perbaruhi lagi dengan nama yang ketiga yang lebih umum yaitu; "Jama'ah Islamiyyah", supaya disangka bahwa mereka mengajak kepada hakikat Islam baik dari segi keyakinan (aqidah) maupun perbuatan (amal), tapi kenyataan-nya lain.

III. HIZBUT TAHRIR:

Mereka pengikut Taqiyuddin an-Nabhani (W. 1400 H). Golongan ini berkeyakinan bahwa Orang Islam yang mati tanpa membaiat khalifah, maka matinya adalah mati jahiliyah (menyembah berhala). Menurut mereka semenjak ratusan tahun yang lalu Orang Islam yang mati adalah mati jahiliyah, karena sejak masa itu tidak ada lagi khalifah. Padahal Orang Islam (rakyat) mendirikan khalifah pada zaman sekarang adalah udzur, maka apa dosa mereka?. Allah telah berfirman yang artinya;

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupan-Nya". (al-Baqarah: 286).

Golongan ini menghalalkan seorang laki-laki berjabat tangan dengan perempuan yang bukan mahramnya. Padahal Rasulullah bersabda yang artinya;

"jika salah seorang diantara kalian ditusuk kepalanya dengan sebuah besi, itu lebih ringan baginya dari pada disiksa karena menyentuh seorang perempuan yang tidak halal baginya (bukan mahram-Nya).(H.R. ath-Thabrani dan dihasankan oleh Ibnu Hajar).

Untuk mengenahi suara perempuan bukanlah aurat, sebagaimana firman Allah yang artinya, "Dan katakanlah (wahai para istri nabi) perkataan yang baik. (Q.S. al-Ahzab: 22). al-Ahnaf ibn Qays berkata " aku telah mendengar hadits dari mulut Abu bakar, Umar, Utsman dan Ali. Dan aku tidak pernah mendengar hadits sebagaimana aku mendengarnya dari mulut 'Aisyah". (H.R. al-Hakim dalam kitab al-Mustadrak).

Termasuk paham-paham yang harus diluruskan adalah paham Liberal, mereka memahami agama dengan pemikiran mereka (argumen rasional), mereka membenarkan adanya "Toleransi beragama" dan ini jelas-jelas bertentengan dengan firman Allah yang artinya;

" Katakanlah " Taatilah Allah dan Rasul-Nya, jika kamu berpaling maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.
[7]

Sudah sangat jelas bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir, bagaimana kita bertoleransi dalam beragama atau do’a bersama antar umat beragama?, itu sama saja mengakui kebenaran agama mereka. Bukankah ridlo dengan kekufuran adalah sebuah kekufuran?. Maksud dari ayat di atas adalah Allah tidak suka kepada orang-orang yang berpaling dari iman kepada Allah dan Rasul-Nya, karena kekufuran mereka. Sedangkan yang di maksud "taat" pada ayat ini adalah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Orang yang mengatakan Allah suka kepada orang-orang mukmin dan orang-orang kafir, karena dia (Allah) yang menciptakan semuanya, maka orang tersebut mendustakan al-Qur'an, dan orang yang mendustakan al-Qur'an adalah kafir. Dan (boleh) di katakan Allah menciptakan semuanya, tetapi tidak menyukai seluruhnya (tiap-tiap dari mereka).

Para ulama bersepakat atas kekafiran orang yang tidak beragama islam, orang yang tidak mengkafirkan mereka, ragu-ragu atau bimbang, seperti "saya tidak mengatakan bahwa mereka kafir atau bukan kafir".

Kita tidak diperbolehkan mengkafirkan seseorang tanpa adanya bukti dan dalil-dalil yang menjelaskan kekafiran seseorang, baik dari al-Qur'an, al-Hadits ataupun kesepakatan para ulama (ijma') mengenagi kekufurannya.

Toleransi beragama tidak dibenarkan dalam islam, karena agama yang diridloi Allah hanyalah islam. Allah berfirman yang artinya :

"Sesungguhnya agama (yang diridloi) Allah hanyalah islam.
[8]

Dalam ayat yang lain Allah berfirman yang artinya ;

"Barang siapa yang mencari agama selain agama islam, maka sekali-kali tidaklah diterima (agama itu) dari pada-Nya.
[9]

Dalam permasalahan agama, kita berpedoman kepada syari'at, dan bukan berdasarkan akal pikiran (argumen rasional), andai saja agama dengan argumen rasinal, tentunya mengusap khuf (jenis sepatu) dari bawah bukan dari atas, tapi Rasulullah mengusap bagian atas.
Paham-paham sesat inilah yang mulai merebak di masyarakat kita, bahkan sudah mulai masuk kedalam dunia pesantren, paham-paham yang jelas-jelas menyalahi apa yang telah disepakati oleh Ahlussunnah wal Jama'ah.

Mencari ilmu tidak hanya memperbanyak membaca kitab-kitab, tapi mengambil langsung dari mulut para ulama' yang terpercaya dan ahli dalam bidangnya, yang mana mempunyai sanad yang jelas dan bersambung sampai ke Rasullullah, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam memahami suatu masalah, lebih-lebih ilmu Tauhid, yang mana ilmu ini adalah kunci utama bagi keselamatan seseorang di akhirat.

Syekh Abdullah al-Harari mengatakan " Mengajarkan ilmu tauhid itu lebih utama dari pada sholat sunnah 1000 rakaat".

Dari paparan di atas, kita semestinya sudah bisa membedakan antara perbedaan pendapat dengan kesalahpahaman dalam suatu masalah. Karna Rasulluluuh mengatakan yang artinya,

"Sungguh seorang hamba jika mengucapkan suatu perkataan (yang melecehkan atau menghina Allah atau syari'atnya) yang dianggapnya tidak bahaya, (padahal perkataantersebut) bisa menjerumuskan-nya ke (dasar) neraka (yang untuk mencapainya dibutuhkan waktu) 70 tahun (dan tidak akan di huni kecuali orang-orang kafir)".(H.R. at-Tirmidzi dan ia menyatakan hadits ini hasan).

Allah juga menegaskan di dalam al-Qur’an yang artinya;

"Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tenteng apa yang mereka katakan itu), tentulah mereka akan menjawab: sesungguhya kami hanya bersenda gurau dan bemain-main saja. "katakanlah (kepada mereka) Apakah terhadap ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian melecehkan ?, tidak usah kalian meminta maaf, kalian benar-benar menjadi kafir setelah kalian beriman. (Q.S. at-Taubah: 65-66).

Untuk menjaga keimanan jangan sampai rusak, disebabkan kemurtadan yang kita tidak mengetahui-nya, kita harus memahami arti dari Tauhid, sebagaimana yang telah di jelaskan oleh imam al-Junaid al-Baghdadi;

" Tauhid adalah mengesahkan (Allah) yang tidak mempunyai permulaan dari menyerupai makhluk-Nya. (Diriwayatkan oleh al-Khotib al-Baghdadi).

Pernyataan ini sekaligus mengandung bantahan terhadap orang-orang yang membagi tauhid menjadi tiga macam; Tauhid Uluhiyyah, Tauhid Rububiyyah dan Tauhid al-Asma' Wa as-Shifat.

Pembagian tauhid ini menyalahi Aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah. Maksud dan tujuan ini adalah untuk mengkafirkan orang-orang mukmin yang bertawassul dengan para Nabi dan orang-orang shalih, mengkafirkan orang-orang mukmin yang mentakwil ayat yang mengandung sifat-sifat Allah dan mengembalikan penafsiran-nya kepada ayat-ayat muhkamat.

Ini berarti pengkafiran terhadap Ahlussunnah Wal Jama'ah yang merupakan kelompok mayoritas dikalangan umat Muhammad. Suatu ketika Rasulullah ditanya, perbuatan apa yang paling utama?. Rasulullah menjawab yang artinya;

"Iman kepada Allah dan Rasul-Nya. (H.R. al-Bukhari).

Sebab dengan berbekal iman bisa mengantarkan seseorang kedalam surga yang penuh dengan kenikmatan, sebaliknya ketika keimanan (aqidah) rusak (riddah), maka tempat kembalinya adalah neraka Jahanam (yang hanya diperuntukkan orang-orang kafir). Mereka kekal didalam-Nya. Allah berfirman yang artinya;

"Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia orang yang beriman (artinya ini adalah syarat), maka mereka itu akan masuk surga dan mereka tidak di aniaya sama sekali"(Q.S. an-Nisa': 124).

Adapun Riddah terbagi tiga. Sebagaimana yang dikatakan imam an-Nawawi dan ulama lain-Nya, baik dari madzab Syafi'i,Hanafi dan lain-Nya, yaitu :

1. Riddah Qouliyyah (perkataan), seperti mencaci maki Allah, walaupun dalam keadaan marah, sebagaimana firman Allah yang artinya;

"Dan mereka telah benar-benar mengtakan perkataan kufur, mereka telah kafir setelah mereka Islam, "(Q.S. at-Taubah: 74).

2. Riddah Fi'liyyah (perbuatan), seperti melempar mushhaf ( al-Qur'an) ke tempat-tempat kotor, menginjak mushhaf dan lain-nya. Allah berfirman yang artinya;

"Janganlah kalian bersujud kepada matahari dan rembulan", (Q.S. Fushilat).

3. Riddah Qalbiyyah (hati ), seperti meyakini bahwa Allah adalah benda atau roh, meyakini bahwa Allah duduk di atas 'Arsy atau menempati langit atau meyakini bahwa Dzat Allah berada di semua tempat. Allah berfirman yang artinya ;

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu"
[10]

TAUBAT

Adapun syarat untuk kembali ke agama Islam adalah dengan mengucapkan dua kalimat syahadat disertai niat masuk islam, bukan dengan mengucapkan istighfar "astaghfirullah", sebab orang murtad yang beristighfar atau sholat itu menambah akan kemurtadan-nya, mereka sama saja dengan mengatakan "ya Allah terimalah istighfar atau sholatku sedangkan aku kafir", karena syarat muthlaq suatu ibadah adalah Islam, dan tdk diterima ibadahnya orang kafir. Dan tidak ada perbedaan antara orang yang mengerti (alim) dan orang yang tidak mengerti (bodoh), andaikan bodoh adalah sebuah udzur, niscaya kebodohan itu lebih utama dari orang yang mengerti karena dia tidak terkena siksa, terkecuali orang yang baru masuk Islam atau jauh dari Ulama.

Imam Ghozali berkata, "Tidak sah ibadah (seorang hamba) kecuali setelah mengetahui (Allah) yang wajib di sembah.

Oleh sebab itu kita umat Islam wajib inkar atas golongan-golongan di atas dan mempeingatkan umat manusia dari paham- yang bertentangan dengan mayoritas kaum muslimin, mulai dari zaman shahabat sampai saat ini, mereka adalah mayoritas umat Islam, sedangkan golongan-golongan sesat ini sedikit dibandingkan dengan mayoritas Ahlissunnah Wal Jama’ah.

Semoga kita, guru-guru kita, Orang Tua kita, Saudara kita, Kerabat kita, Orang-orang yang kita cintai dan yang mencintai kita diselamatkan dari bahaya kekufuran, dan saat meninggal nanti dalam keadaan Husnul Khotimah. Amin.

Ditulis Oleh:

Al-Faqir Abu Gresik

FOOTNOTE;

[1] H.R.Tirmidzi
[2] Q.S. asy-Syura: 11
[3] Mereka yang hidup 3oo tahun setelah kewafatan Nabi Muhammad.
[4] Riwayat Abu Manshur al-Baghdady dalam kitab al-Farq bayna al-Firq: 333)
[5] Najm al-Muhtadi wa Rajm al-Mu'tadi: 155
[6] Di nukilkan oleh Imam Suyuthi di dalam kitabnya al-Asybah wa an-Nadzair. 488
[7] Q.S. Ali Imran: 32
[8] Q.S. ali Imran: 19.
[9] Q.S. ali Imran: 85.,
[10] Q.S. al-Hujurat: 15